NASIONAL
Hasil Penemuan Audit BPKP Sulawesi Tengah Atas APBD 2009,
Diduga Sunat Dana APBD Rp. 400 M, KPK Harus Tahan Gubernur Sulteng
WARTASIDIK, Palu
Banyak pihak yang selama ini mengatakan bahwa pejabat tinggi daerah tidak mungkin melakukan tindak pidana korupsi.
Tapi lantaran posisi tersebut, mereka lebih banyak menjadi korban atas “kelalaiannya” dalam mempelajari semua dokumen pengajuan dan penggunaan anggaran yang masuk.
Tapi, bila kita cermati dari semua tindak pidana korupsi yang dilakukan para oknum pejabat tinggi daerah, bukanlah kelalaian. Tapi lebih pada kesengajaan melakukan pilah-pilih anggaran yang dapat “digeser”.
Dan salah satunya dapat kita lihat dalam hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan RI Provinsi (BPKP RI) Sulawesi Tengah, mengenai adanya temuan ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan, kecurangan serta ketidakpatuhan dalam pelaporan keuangan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah sebesar.
Sementara itu, Ketua LSM LPPNRI Sulteng, M. Akram, mengamini penyelewengan Dana APBD Provinsi yang disinyalir dilakukan sejumlah oknum pejabat tinggi di Sulteng. “Para oknum pejabat tinggi di Sulawesi Tengah yang dianggap sebagai pelaku tindak pidanakorupsi itu adalah Gubernur Sulteng, Bupati Kab. Parimo dan Walikota Palu,” tegas Akram.
Menurut laporan BPKP RI atas pengeluaran anggaran tahun 2009 yang didapat, disebutkan adanya sejumlah indikasi penyelewengan anggaran negara.
Diantaranya, dana kas yang ada pada Bendahara Provinsi sebesar Rp. 212.676.503.81,- belum disetor atau dikembalikan ke RKUD.
Kemudian adanya penggunaan dana belanja yang ditemukan pada sekretariat DPRD Provinsi, oleh BPKP RI diduga kuat tidak melalui mekanisme SP2D.
Adanya piutang penjualan angsuran sebesar Rp. 225.944.050,-, yang juga tidak diyakini kewajarannya.
Selain itu, laporan BPKP RI juga mengatakan adanya tunjangan komunikasi intensif dan dana belanja penunjang operasional pimpinan dan anggota DPRD periode 2004 s/d 2009 yang besarnya tidak diketahui, belum dikembalikan ke kas daerah.
Kemudian BPKP RI juga menemukan adanya pengembalian dana bergulir sebesar Rp. 924.308.500,- yang pro-sesnya berjalan tidak lancar serta Dana Bagi Hasil (DBH) pajak TA 2009 untuk Kabupaten/Kota per 31 Desember 2009 yang belum disalurkan dan tidak jelas keberadaannya sebesar Rp. 17.504.799.237,60.
Begitu juga halnya dengan anggaran belanja jasa transaksi keuangan. Dalam hasil audit BPKP RI tersebut disebutkan bahwa besarnya dana yang tidak bisa dipertanggung jawabkan oleh Pemprov. Sulteng sebesar Rp. 170.000.000.,-.
Dalam penggunaan anggaran realisasi belanjanya, Pemprov. Sulteng oleh BPKP RI dianggap tidak sesuai ketentuan. karena ditemukan anggaran sebesar Rp. 705.975.000,- yang tidak jelas keberadaannya.
Sedangkan untuk realisasi pembayaran biaya premi asuransi kebakaran untuk gedung pemerintah daerah, BPKP RI pertanggung jawaban Pemerintah Provinsi Sulteng, tidak didukung dengan bukti yang lengkap.
Kemudian BPKP RI Sul teng juga menemukan adanya pemberian hibah kepada KONI, KNPI dan KOPRI, yang dianggap tidak sesuai ketentuan dan belum dipertangung jawabkan anggarannya sebesar Rp. 3.513.000.000,-.
Dalam pelaksanaan pembiayaan proyek, BPKP RI juga menemukan adanya penerbitan dan pencairan SP2D dalam pekerjaan pembangunan gedung rawat inap kelas III RSUD Undata yang dilakukan sebelum pekerjaan selesai. Dalam penerimaan retribusi pelayanan kesehatan, BPKP RI menemukan anggaran sebesar Rp. 11.596.808.000,- yang tidak disetor ke kas daerah serta tidak ada dalam laporan keuangan.
Dengan hasil audit BPKP RI Sulteng, sebaiknya KPK segera menindaklanjutinya untuk memeriksa dan menangkap para pejabat tinggi Prov. Sulteng yang terlibat. Jangan sia-siakan hasil kerja keras para jajaran BPK RI dalam melakukan audit, untuk menemukan celah-celah yang merugikan negara. (Tim)
Banyak pihak yang selama ini mengatakan bahwa pejabat tinggi daerah tidak mungkin melakukan tindak pidana korupsi.
Tapi lantaran posisi tersebut, mereka lebih banyak menjadi korban atas “kelalaiannya” dalam mempelajari semua dokumen pengajuan dan penggunaan anggaran yang masuk.
Tapi, bila kita cermati dari semua tindak pidana korupsi yang dilakukan para oknum pejabat tinggi daerah, bukanlah kelalaian. Tapi lebih pada kesengajaan melakukan pilah-pilih anggaran yang dapat “digeser”.
Dan salah satunya dapat kita lihat dalam hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan RI Provinsi (BPKP RI) Sulawesi Tengah, mengenai adanya temuan ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan, kecurangan serta ketidakpatuhan dalam pelaporan keuangan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah sebesar.
Sementara itu, Ketua LSM LPPNRI Sulteng, M. Akram, mengamini penyelewengan Dana APBD Provinsi yang disinyalir dilakukan sejumlah oknum pejabat tinggi di Sulteng. “Para oknum pejabat tinggi di Sulawesi Tengah yang dianggap sebagai pelaku tindak pidanakorupsi itu adalah Gubernur Sulteng, Bupati Kab. Parimo dan Walikota Palu,” tegas Akram.
Menurut laporan BPKP RI atas pengeluaran anggaran tahun 2009 yang didapat, disebutkan adanya sejumlah indikasi penyelewengan anggaran negara.
Diantaranya, dana kas yang ada pada Bendahara Provinsi sebesar Rp. 212.676.503.81,- belum disetor atau dikembalikan ke RKUD.
Kemudian adanya penggunaan dana belanja yang ditemukan pada sekretariat DPRD Provinsi, oleh BPKP RI diduga kuat tidak melalui mekanisme SP2D.
Adanya piutang penjualan angsuran sebesar Rp. 225.944.050,-, yang juga tidak diyakini kewajarannya.
Selain itu, laporan BPKP RI juga mengatakan adanya tunjangan komunikasi intensif dan dana belanja penunjang operasional pimpinan dan anggota DPRD periode 2004 s/d 2009 yang besarnya tidak diketahui, belum dikembalikan ke kas daerah.
Kemudian BPKP RI juga menemukan adanya pengembalian dana bergulir sebesar Rp. 924.308.500,- yang pro-sesnya berjalan tidak lancar serta Dana Bagi Hasil (DBH) pajak TA 2009 untuk Kabupaten/Kota per 31 Desember 2009 yang belum disalurkan dan tidak jelas keberadaannya sebesar Rp. 17.504.799.237,60.
Begitu juga halnya dengan anggaran belanja jasa transaksi keuangan. Dalam hasil audit BPKP RI tersebut disebutkan bahwa besarnya dana yang tidak bisa dipertanggung jawabkan oleh Pemprov. Sulteng sebesar Rp. 170.000.000.,-.
Dalam penggunaan anggaran realisasi belanjanya, Pemprov. Sulteng oleh BPKP RI dianggap tidak sesuai ketentuan. karena ditemukan anggaran sebesar Rp. 705.975.000,- yang tidak jelas keberadaannya.
Sedangkan untuk realisasi pembayaran biaya premi asuransi kebakaran untuk gedung pemerintah daerah, BPKP RI pertanggung jawaban Pemerintah Provinsi Sulteng, tidak didukung dengan bukti yang lengkap.
Kemudian BPKP RI Sul teng juga menemukan adanya pemberian hibah kepada KONI, KNPI dan KOPRI, yang dianggap tidak sesuai ketentuan dan belum dipertangung jawabkan anggarannya sebesar Rp. 3.513.000.000,-.
Dalam pelaksanaan pembiayaan proyek, BPKP RI juga menemukan adanya penerbitan dan pencairan SP2D dalam pekerjaan pembangunan gedung rawat inap kelas III RSUD Undata yang dilakukan sebelum pekerjaan selesai. Dalam penerimaan retribusi pelayanan kesehatan, BPKP RI menemukan anggaran sebesar Rp. 11.596.808.000,- yang tidak disetor ke kas daerah serta tidak ada dalam laporan keuangan.
Dengan hasil audit BPKP RI Sulteng, sebaiknya KPK segera menindaklanjutinya untuk memeriksa dan menangkap para pejabat tinggi Prov. Sulteng yang terlibat. Jangan sia-siakan hasil kerja keras para jajaran BPK RI dalam melakukan audit, untuk menemukan celah-celah yang merugikan negara. (Tim)
-------------------------------------------------------------------------
KPK Diduga Kesulitan Lengkapi Berkas Walikota Bekasi
WARTASIDIK, Jakarta
Belum kelarnya proses penyidikan terhadap Walikota Bekasi Mohtar Mohammad, telah memicu kecurigaan. Bahkan dalam pemeriksaan lanjutan KPK hanya mengulang pertanyaan, penasehat hukum Mohtar Mohammad, Sira Prayuna menduga KPK kekurangan barang bukti.
“Jangan–jangan KPK memang kualahan, lantaran bukti yang menjerat Mohtar Mohammad tidak kuat,” ujar sira prayuana usai mendampingi Mohtar Mohammad menjalani pemeriksaan di KPK (21/3).
Sira menjelaskan materi pemeriksaan yang dilakukan penyidik kepada kliennya pada hari ini tidak jauh beda dengan pemeriksaan sebelumnya, yaitu mengenai proses penyusunan anggaran di kota bekasi. “Bagaimana prosesnya, siapa saja yang terlibat, ya itu saja,“ imbuh sira.
Sejak awal sira sudah meyakini sangkaan terhadap kliennya cukup lemah yaitu mengenai pengelolaan APBD Kota Bekasi yang dianggap tidak sesuai pola pertanggung jawabnya, serta dugaan ikut dalam pemufakatan jahat dalam memberi suap untuk piala adipura dari kementerian lingkungan hidup.
Khusus penggunaan anggaran yang dinilai menyimpang KPK, ternyata hanya laporan teknis pertanggung jawaban keuangan saja. Jadi lebih ke masalah administrasi yang tidak rapi. “Sedangkan pelaksanaan kegiatan yang dananya dari anggaran daerah tersebut ada buktinya seperti foto sepanduk kegiatan dan beberapa yang lainnya,“ paparnya.
Terpisah, juru bicara KPK Johan Budi membenarkan pemeriksaan Mohtar Mohammad kemarin. Pemeriksaan ketua DPC PDIP Kota Bekasi itu yang pertama setelah KPK melakukan rekonstruksi selama tiga hari pada pekan lalu. Mochtar tiba di gedung KPK pukul 09.30 tak seperti biasanya, pemeriksaan terhadap Mochtar berjalan cukup singkat hanya sekitar dua jam saja Mochtar meninggalkan gedung KPK menuju rutan salemba 11.45 WIB. “Memang benar hari ini ada pemeriksaan walikota bekasi, pemeriksaan masih seputar kasus APBD,“ jelas johan saat dihubungi. (Faisal R)
Belum kelarnya proses penyidikan terhadap Walikota Bekasi Mohtar Mohammad, telah memicu kecurigaan. Bahkan dalam pemeriksaan lanjutan KPK hanya mengulang pertanyaan, penasehat hukum Mohtar Mohammad, Sira Prayuna menduga KPK kekurangan barang bukti.
“Jangan–jangan KPK memang kualahan, lantaran bukti yang menjerat Mohtar Mohammad tidak kuat,” ujar sira prayuana usai mendampingi Mohtar Mohammad menjalani pemeriksaan di KPK (21/3).
Sira menjelaskan materi pemeriksaan yang dilakukan penyidik kepada kliennya pada hari ini tidak jauh beda dengan pemeriksaan sebelumnya, yaitu mengenai proses penyusunan anggaran di kota bekasi. “Bagaimana prosesnya, siapa saja yang terlibat, ya itu saja,“ imbuh sira.
Sejak awal sira sudah meyakini sangkaan terhadap kliennya cukup lemah yaitu mengenai pengelolaan APBD Kota Bekasi yang dianggap tidak sesuai pola pertanggung jawabnya, serta dugaan ikut dalam pemufakatan jahat dalam memberi suap untuk piala adipura dari kementerian lingkungan hidup.
Khusus penggunaan anggaran yang dinilai menyimpang KPK, ternyata hanya laporan teknis pertanggung jawaban keuangan saja. Jadi lebih ke masalah administrasi yang tidak rapi. “Sedangkan pelaksanaan kegiatan yang dananya dari anggaran daerah tersebut ada buktinya seperti foto sepanduk kegiatan dan beberapa yang lainnya,“ paparnya.
Terpisah, juru bicara KPK Johan Budi membenarkan pemeriksaan Mohtar Mohammad kemarin. Pemeriksaan ketua DPC PDIP Kota Bekasi itu yang pertama setelah KPK melakukan rekonstruksi selama tiga hari pada pekan lalu. Mochtar tiba di gedung KPK pukul 09.30 tak seperti biasanya, pemeriksaan terhadap Mochtar berjalan cukup singkat hanya sekitar dua jam saja Mochtar meninggalkan gedung KPK menuju rutan salemba 11.45 WIB. “Memang benar hari ini ada pemeriksaan walikota bekasi, pemeriksaan masih seputar kasus APBD,“ jelas johan saat dihubungi. (Faisal R)
-------------------------------------------------------------------------
Para Pejabat Subang Serahkan Kekuasaan ke MENDAGRI
Dari hasil WARTASIDIK, Jawa Barat
Keberangkatan rombongan para pejabat Subang dan juga sebagian para kepala desa se kabupaten Subang (18/03) menimbulkan polemik pemerintahan kabupaten Subang saat ini, rencana penyerahan kekuasaan dari Pemkab Subang ke Kementrian Dalam Negeri di Jakarta merupakan bentuk pembelaan terhadap Bupati Subang Eep Hidayat yang saat ini berstatus tersangka kasus Upah Pungut Pajak Bumi dan bangunan kabupaten Subang.
Berdasarkan pantauan, ratusan mobil dinas milik Pemkab Subang di “parkir” begitu saja dilapangan alun-alun Subang, meski di jaga oleh beberapa aparat satpol PP Pemkab Subang tetap saja mobil-mobil milik negara itu teronggok terkena hujan dan teriknya matahari, salah satu mobil yang juga berada di lapangan tersebut adalah mobil plat merah Bupati Subang bernomor polisi T 1 T.
Salah seorang anggota satpol PP yang berada di gerbang masuk lapangan alun alun mengakui jika ia dan beberapa petugas lainnya menjaga keberadaan mobil tersebut setiap saat atas perintah atasannya. “Ya tetap saja kami kan harus jaga mobil-mobil dinas ini setiap saat bersama petugas lain diperintah atasan,” ucapnya singkat.
Di kementrian dalam negeri Wakil Bupati Ojang Sohandi kepada media mengatakan jika ia dan para pejabat Subang datang ke Kementrian dalam negeri di jalan Medan merdeka sebagai wujud dari sikap pemerintahan kabupaten Subang yang memprotes sikap kejaksaan tinggi Jawa Barat yang telah menetapkan pimpinan mereka sebagai tersangka, Ojang pun menilai dalam kasus tersebut memiliki muatan politis.
“Apabila kasus tetap berjalan, maka kami akan menyerahkan sepenuhnya kekuasaan kepada Mendagri”, Ujar Ojang dalam sebuah kesempatan. Menurut informasi yang dihimpun walaupun pemkab Subang melakukan mogok kerja, untuk pelayanan pendidikan dan kesehatan akan berjalan, DPRD Subang saat ini masih terus memantau sikap eksekutif terkait penyerahan kekuasaan pemkab ke Kemendagri. (Idin/Agus Jabar)
Keberangkatan rombongan para pejabat Subang dan juga sebagian para kepala desa se kabupaten Subang (18/03) menimbulkan polemik pemerintahan kabupaten Subang saat ini, rencana penyerahan kekuasaan dari Pemkab Subang ke Kementrian Dalam Negeri di Jakarta merupakan bentuk pembelaan terhadap Bupati Subang Eep Hidayat yang saat ini berstatus tersangka kasus Upah Pungut Pajak Bumi dan bangunan kabupaten Subang.
Berdasarkan pantauan, ratusan mobil dinas milik Pemkab Subang di “parkir” begitu saja dilapangan alun-alun Subang, meski di jaga oleh beberapa aparat satpol PP Pemkab Subang tetap saja mobil-mobil milik negara itu teronggok terkena hujan dan teriknya matahari, salah satu mobil yang juga berada di lapangan tersebut adalah mobil plat merah Bupati Subang bernomor polisi T 1 T.
Salah seorang anggota satpol PP yang berada di gerbang masuk lapangan alun alun mengakui jika ia dan beberapa petugas lainnya menjaga keberadaan mobil tersebut setiap saat atas perintah atasannya. “Ya tetap saja kami kan harus jaga mobil-mobil dinas ini setiap saat bersama petugas lain diperintah atasan,” ucapnya singkat.
Di kementrian dalam negeri Wakil Bupati Ojang Sohandi kepada media mengatakan jika ia dan para pejabat Subang datang ke Kementrian dalam negeri di jalan Medan merdeka sebagai wujud dari sikap pemerintahan kabupaten Subang yang memprotes sikap kejaksaan tinggi Jawa Barat yang telah menetapkan pimpinan mereka sebagai tersangka, Ojang pun menilai dalam kasus tersebut memiliki muatan politis.
“Apabila kasus tetap berjalan, maka kami akan menyerahkan sepenuhnya kekuasaan kepada Mendagri”, Ujar Ojang dalam sebuah kesempatan. Menurut informasi yang dihimpun walaupun pemkab Subang melakukan mogok kerja, untuk pelayanan pendidikan dan kesehatan akan berjalan, DPRD Subang saat ini masih terus memantau sikap eksekutif terkait penyerahan kekuasaan pemkab ke Kemendagri. (Idin/Agus Jabar)
-------------------------------------------------------------------------
DATA BPN DIREKAYASA, PEDAGANG PASAR PANJANG SUBANG HILANG PENGHASILAN
Konflik tanah yang terletak di Jalan Sutaatmaja Kabupaten Subang, antara pihak Yohanes Senjaya (Boklim) dengan pihak Rusli Efendi (Ketua Koperasi Bina Usaha) semakin mencuat, setelah dilakukannya pembongkaran Pasar Panjang dan Kantor Koperasi Bina Usaha oleh pihak Yohanes S, yakni Heriyadi TS.
Pembongkaran tersebut, jelas-jelas merugikan banyak pedagang, termasuk Kope-rasi Bina Usaha. Bahkan pembongkaran tersebut, disaksikan oleh beberapa Satpol - PP dan seorang anggota kepolisian dari Polres Kabupaten Subang. Yang belakangan mengaku dari Biro Bantuan Hukum KWRI Kabupaten Subang.
Terkait konflik tanah tersebut, WARTASIDIK mendapat keterangan dari Djedje Zaenal, Kepala Bidang Permasalahan BPN Kabupaten Subang. Menurut penjelasannya, tanah yang hingga saat ini masih menjadi perebutan tersebut, merupakan bekas P & T Lent.
Sedangkan dalam sertifikat atas nama Yohanes Senjaya (No. 1985) itu, adalah hasil proses balik nama dari R. Kusna A. Tetapi keterangan yang dikeluarkan pejabat tersebut, jauh berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh Agus, Sekretaris BPN Kantor Wilayah Jawa Barat, yang mengatakan bahwa sertifikat atas nama Yohanes Senjaya (No. 1985) tidak tercatat.
Keterangan Agus diperkuat oleh Aga, bagian Permasalahan Kanwil Jawa Barat, yang mengatakan bahwa nama tersebut tidak tercatat. Perbedaan keterangan antara BPN Kab. Subang dengan BPN Kanwil Jawa Barat menjadi indikasi kuat adanya dugaan rekayasa data pertanahan di Kab. Subang dan korupsi.
Manipulasi data pertanahan tersebut tidak saja mengakibatkan konflik antara Yohanes Senjaya dengan Rusli Efendi. Tetapi juga merugikan khalayak pedagang di Pasar Panjang, karena tempat mereka mengais rejeki dibongkar paksa oleh Heriyadi TS., dkk.
Padahal menurut Ari Jiwantara SH., Kepala Pengadilan Negeri Kab. Subang, pengosongan dan pembongkaran lahan harus ada Keputusan dari Pengadilan Negeri.
Dengan demikian, pembongkaran yang dilakukan Heriyadi TS., dkk. pada 26, 28, 30 Juni, dan 6 Juli 2010 hanya atas dasar Surat balasan Pengadilan Negeri Kab. Subang kepada Dinas BPMP Kab. Subang (No. WII.U17/827/HT.04-10/III/2010) tidak memiliki dasar hukum.
Setelah pembongkaran pada 6 Juli 2010, pasar panjang di ambil alih oleh Heriyadi TS., dkk. Hal tersebut menambah kesusahan para pedagang di Pasar Panjang.
Oleh konco-conco Heriyadi TS., dan beberapa oknum Pemuda Pancalisa, para pedagang diharuskan bayar cukai / karcis / ”uang keamanan” dengan rata-rata Rp. 5.000,-. Keadaan itu menimbulkan keresahan di kalangan pedagang Pasar Panjang, karena pemungutan sering kali dilakukan secara premanisme.
Aksi premanisme tersebut pernah dilaporkan ke Polsek Kab. Suabng pada 4 Agustus 2010. Namun, oleh Polsek, pelapor disarankan agar melaporkan hal tersebut ke Polres Kab. Subang. Demikian “karena laporat yang dulu (26, 28, 30 Juni, dan 6 Juli) sudah dilimpahkan ke Polres Kota Subang”, kata Kanit Polsek Kota. Dengan melaporkan hal tersebut, para pedagang mengharapkan agar polisi melakukan penertiban di tempat mereka berjualan.
Polisi harus segera mengamankan pelaku premanisme di Pasar Panjang yang meresahkan para pedagang.Selain itu, Menyikapi konflik antara Yohanes Senjaya dengan Rusli Efendi, instasi terkait harus bertindak tegas dan adil serta segera menuntaskannya.
Penegak hukum harus memberi ganjaran setimpal terhadap mafia tanah yang merugikan khalayak pedagang Pasar Panjang agar para pedagang kecil bisa hidup layak dan tenang dalam berusaha. (RED. JABAR)
Langganan:
Postingan (Atom)