Kementerian Pendidikan Nasional & KPK Bekerjasama untuk Awasi Aliran Dana BOS
wartasidik, Jakarta
Pemerintah akan menyederhanakan penyaluran dana pendidikan Bantuan Operasional Sekolah atau BOS mulai 2011 sehingga birokrasinya tidak terlalu panjang dibanding periode 2005-2010.
“Pelaksanaan distribusi dana BOS pada tahun depan akan mengalami penyederhanaan dibanding tahun 2005-2010,” kata M Nuh.
Hal tersebut dikemukakan usai dirinya mengikuti rapat khusus membahas penyaluran BOS yang dipimpin oleh Wakil Presiden Boediono dan diikuti antara lain oleh Menko Kesra Agung Laksono dan Ketua Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Kuntoro Mangkusubroto.
Mendiknas mengatakan, mulai 2011 aliran dana BOS tidak lagi melalui Kementerian Pendidikan Nasional tapi jalurnya adalah dari Kementerian Keuangan disalurkan langsung ke pemerintah kabupaten/kota dan selanjutnya ke sekolah.
“Kalau dulu dana BOS melalui Kementerian Keuangan lalu ke Kementerian Diknas dan disalurkan ke pemerintah kabupaten/kota dan ke sekolah. Jadi intinya mulai tahun depan Kementerian Diknas tidak lagi memegang dana BOS,” kata Nuh.
M Nuh mengakui ditetapkannya penyederhanaan tersebut sebagai upaya Penmerintah untuk mempercepat penerimaan dana BOS di sekolah sehingga agar bisa segera digunakan untuk kepentingan anak-anak sekolah.
Selain itu, katanya, penyederhanaan distribusi ini juga untuk mengurangi adanya keterlambatan penerimaan dana bos di pemerintah kabupaten/kota dan sekolah. “Harapannya dengan penyederhanaan ini adalah keterlambatan sekolah menerima dana BOS bisa dikurangi bahkan dihilangkan,” kata Mendiknas.
Untuk mengawasi penyaluran dana BOS tersebut, kata Mendiknas, pemerintah telah membentuk tim monitoring evaluasi (monev) yang terdiri personil dari Kementerian Keuangan, Kementerian Pendidikan Nasional, pemerintah kabupaten dan kota. “Sesungguhnya tim monev ini sudah ada hanya saja kali ini lebih diperkuat,” katanya.
Tim monev ini, kata Nuh, akan melakukan evaluasi terhadap distribusi dana BOS sekali dalam tiga bulan, dengan inti evaluasi apakah dana yang ditransfer tepat waktu, jumlah yang ditransfer sesuai dengan ketentuan, serta pengawasan dana oleh sekolah.
Dana BOS yang akan disalurkan pada 2011 sebesar Rp16,8 triliun, sementara tahun 2010 sekitar Rp 15 triliun.
Kemudian mulai tahun 2011, kementerian Pendudukan Nasional (Kemendiknas) bekerja sama dengan Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan melakukan pengawasan bersama dalam penyaluran dan penggunaan dana bantuan operasional siswa (BOS) 2011, hal ini dilakukan guna menghindari penyelewengan dana bantuan tersebut yang berindikasi sering di salah gunakan pihak pengelola sekolah.
Hal ini disampaikan Menteri Pendidikan Nasional, Muhamad Nuh, pada wartawan seusai bertemu dengan ketua KPK di Jakarta belum lama ini. Nuh mengatakan, bagaimana bentuk dalam pengawasan tersebut, KPK lebih tau sebagaimana kita ketahui kata Nuh, kalau selama ini, dana BOS di salurkan dari Kemenkeu ke Mendiknas dan diteruskan ke kantor Diknas tingkat propinsi, Kabupaten, Kota setempat.
Namun mulai tahun anggaran 2011, dana BOS akan disalurkan dari kemenkeu melalui tranfer ke kantor diknas daerah melalui Dana APBD, dan dari APBD itu baru diserahkan ke sekolah – sekolah penerima BOS untuk melakukan preventif tersebut.
“Kemendiknas akan menge-luarkan buku pedoman petunjuk teknis laporan penggunaan dan pertanggung jawaban Dana BOS untuk para kepala – kepala sekolah yang berperan sebagai perwakilan bendahara dari dana BOS,” kata M Nuh.
diawasi ketat,
Menteri juga menjelaskan pihak kepala sekolah wajib memberikan laporan penggunaan Dana BOS ke kantor Diknas Kab / Kota setiap tiga bulan sekali.
Jika anggaran Dana BOS habis dalam kurun waktu 10 bulan kepala sekolah wajib menyerahkan laporan ke mendiknas pusat disertai penempelan LPJ di papan pengumuman sekolah, ke manajemen kemendiknas pusat di sertai barang bukti kuitansi yang dilampirkan.
Setelah itu KPK bisa masuk untuk memeriksa seluruh LPJ yang masuk kemendiknas dan apabila ada bawahannya yang terindikasi melakukan tindak pidana korupsi maka KPK berhak menahan yang bersangkutan kata Nuh.
Kemudian Mendiknas, Mohammad Nuh juga memastikan jika Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan (BPKP) dan KPK, terlibat dalam penanganan pengawasan dana BOS.
Hal ini menjadi bagian yang melekat dari fungsi kontrol agar dana yang diberikan untuk membantu siswa yang kurang mampu bisa sampai tanpa adanya potongan.
“BPKP diminta atau tidak diminta itu embeded atau melekat memang tugasnya dia. Bahkan untuk urusan BOS ini tidak hanya dengan BPKP tapi juga dengan KPK,” ujarnya.
Tak cuma itu, Kemendiknas juga menggandeng lembaga internasional, World Bank untuk merancang sistem pengawasan agar lebih independen dan terbuka. Sehingga publik bisa mengakses dan memberikan masukan dalam pencairan dana BOS ini.
“Coba “sampeyan” tanya ke country manager world bank bagaimana penilaiannya terhadap BOS. Itu termasuk yang terbaik hasil auditnya,” tegasnya.
Meski begitu, ia tak bisa menyangkal jika masih ada penyimpangan terhadap anggaran BOS. Namun, hal ini tidak melulu diartikan sebagai kejahatan pidana korupsi.
“Penyimpangan jangan selalu diterjemahkan mesti korupsi. Penyimpangan masih dalam koridor kebutuhan sekolah tapi memang tidak masuk dalam rincian,” tutupnya.
Lebih lanjut dikatakan itu uangnya APBN, uang APBD berapapun besarnya kalau ada unsur penyimpangan atau tindak pidana korupsi, ya harus ditindak,” tandasnya dengan nunutan mekanisme penyaluran Dana BOS ini, Nuh melihat bahwa manajemen kantor diknas tingkat Kab / Kota mempunyai peran dan tugas untuk pengawasan.
Nuh juga mempersilakan lembaga swadaya masyarakat (LSM) ikut memantau penggunaan Dana BOS tersebut.
Kemudian kata menteri, “tolong dipahami jangan (LSM) hari ini datang ke kepala sekolah tanya mana kuitansinya besoknya datang lagi,” ucapnya dengan nada bercanda sambil meninggalkan kerumunan wartawan.
Sementara itu, penyelenggaraan dana BOS sendiri saat ini tengah mendapat sorotan. Koalisi Anti Korupsi Pendidikan (KAKP) meminta KPK mengambil alih kasus dugaan korupsi dana BOS dan BOP di 6 sekolah yang selama ini ditangani oleh Kejati DKI Jakarta.
“Kami berharap KPK mengambil alih penyidikannya, atau barangkali KPK bisa memberikan penuntutannya kepada Kejati,” ujar Peneliti Senior ICW, Febri Hendri, yang gabung dalam KAKP.
Febri mengatakan, dugaan korupsi dana BOS dan BOP itu berjumlah Rp 5,7 M di 6 sekolah wilayah Provinsi DKI Jakarta. “Namanya, SMP 95, SMP 84, SMP 30, SMP 28, SDN 12 Rawamangun, dan juga SMP 190,” ungkap pria berkaca mata ini.
Khusus untuk SDN 12 Rawamangun, terang Febri, ada dugaan kerugian negara sebesar Rp 4,5 M. Febri menilai, perkembangan kasus di Kejati DKI tidak berlangsung dengan baik karena ada beberapa masalah.
Sementara itu, menanggapi hal ini, Tabloid WARTASIDIK, selaku media bersama sejumlah LSM di Jakarta akan terus ikut membantu pemerintah dan masyarakat untuk mengawasi penyaluran dan penggunaan dana BOS di seluruh Sekolah Negeri dan Swasta penerima.
Khususnya mendekati penerimaan murid baru, para Kepala Sekolah, biasanya mulai mencoba untuk mengutak-atik dana pemerintah tersebut.(Tim/Faisal R)
Pemerintah akan menyederhanakan penyaluran dana pendidikan Bantuan Operasional Sekolah atau BOS mulai 2011 sehingga birokrasinya tidak terlalu panjang dibanding periode 2005-2010.
“Pelaksanaan distribusi dana BOS pada tahun depan akan mengalami penyederhanaan dibanding tahun 2005-2010,” kata M Nuh.
Hal tersebut dikemukakan usai dirinya mengikuti rapat khusus membahas penyaluran BOS yang dipimpin oleh Wakil Presiden Boediono dan diikuti antara lain oleh Menko Kesra Agung Laksono dan Ketua Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Kuntoro Mangkusubroto.
Mendiknas mengatakan, mulai 2011 aliran dana BOS tidak lagi melalui Kementerian Pendidikan Nasional tapi jalurnya adalah dari Kementerian Keuangan disalurkan langsung ke pemerintah kabupaten/kota dan selanjutnya ke sekolah.
“Kalau dulu dana BOS melalui Kementerian Keuangan lalu ke Kementerian Diknas dan disalurkan ke pemerintah kabupaten/kota dan ke sekolah. Jadi intinya mulai tahun depan Kementerian Diknas tidak lagi memegang dana BOS,” kata Nuh.
M Nuh mengakui ditetapkannya penyederhanaan tersebut sebagai upaya Penmerintah untuk mempercepat penerimaan dana BOS di sekolah sehingga agar bisa segera digunakan untuk kepentingan anak-anak sekolah.
Selain itu, katanya, penyederhanaan distribusi ini juga untuk mengurangi adanya keterlambatan penerimaan dana bos di pemerintah kabupaten/kota dan sekolah. “Harapannya dengan penyederhanaan ini adalah keterlambatan sekolah menerima dana BOS bisa dikurangi bahkan dihilangkan,” kata Mendiknas.
Untuk mengawasi penyaluran dana BOS tersebut, kata Mendiknas, pemerintah telah membentuk tim monitoring evaluasi (monev) yang terdiri personil dari Kementerian Keuangan, Kementerian Pendidikan Nasional, pemerintah kabupaten dan kota. “Sesungguhnya tim monev ini sudah ada hanya saja kali ini lebih diperkuat,” katanya.
Tim monev ini, kata Nuh, akan melakukan evaluasi terhadap distribusi dana BOS sekali dalam tiga bulan, dengan inti evaluasi apakah dana yang ditransfer tepat waktu, jumlah yang ditransfer sesuai dengan ketentuan, serta pengawasan dana oleh sekolah.
Dana BOS yang akan disalurkan pada 2011 sebesar Rp16,8 triliun, sementara tahun 2010 sekitar Rp 15 triliun.
Kemudian mulai tahun 2011, kementerian Pendudukan Nasional (Kemendiknas) bekerja sama dengan Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan melakukan pengawasan bersama dalam penyaluran dan penggunaan dana bantuan operasional siswa (BOS) 2011, hal ini dilakukan guna menghindari penyelewengan dana bantuan tersebut yang berindikasi sering di salah gunakan pihak pengelola sekolah.
Hal ini disampaikan Menteri Pendidikan Nasional, Muhamad Nuh, pada wartawan seusai bertemu dengan ketua KPK di Jakarta belum lama ini. Nuh mengatakan, bagaimana bentuk dalam pengawasan tersebut, KPK lebih tau sebagaimana kita ketahui kata Nuh, kalau selama ini, dana BOS di salurkan dari Kemenkeu ke Mendiknas dan diteruskan ke kantor Diknas tingkat propinsi, Kabupaten, Kota setempat.
Namun mulai tahun anggaran 2011, dana BOS akan disalurkan dari kemenkeu melalui tranfer ke kantor diknas daerah melalui Dana APBD, dan dari APBD itu baru diserahkan ke sekolah – sekolah penerima BOS untuk melakukan preventif tersebut.
“Kemendiknas akan menge-luarkan buku pedoman petunjuk teknis laporan penggunaan dan pertanggung jawaban Dana BOS untuk para kepala – kepala sekolah yang berperan sebagai perwakilan bendahara dari dana BOS,” kata M Nuh.
diawasi ketat,
Menteri juga menjelaskan pihak kepala sekolah wajib memberikan laporan penggunaan Dana BOS ke kantor Diknas Kab / Kota setiap tiga bulan sekali.
Jika anggaran Dana BOS habis dalam kurun waktu 10 bulan kepala sekolah wajib menyerahkan laporan ke mendiknas pusat disertai penempelan LPJ di papan pengumuman sekolah, ke manajemen kemendiknas pusat di sertai barang bukti kuitansi yang dilampirkan.
Setelah itu KPK bisa masuk untuk memeriksa seluruh LPJ yang masuk kemendiknas dan apabila ada bawahannya yang terindikasi melakukan tindak pidana korupsi maka KPK berhak menahan yang bersangkutan kata Nuh.
Kemudian Mendiknas, Mohammad Nuh juga memastikan jika Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan (BPKP) dan KPK, terlibat dalam penanganan pengawasan dana BOS.
Hal ini menjadi bagian yang melekat dari fungsi kontrol agar dana yang diberikan untuk membantu siswa yang kurang mampu bisa sampai tanpa adanya potongan.
“BPKP diminta atau tidak diminta itu embeded atau melekat memang tugasnya dia. Bahkan untuk urusan BOS ini tidak hanya dengan BPKP tapi juga dengan KPK,” ujarnya.
Tak cuma itu, Kemendiknas juga menggandeng lembaga internasional, World Bank untuk merancang sistem pengawasan agar lebih independen dan terbuka. Sehingga publik bisa mengakses dan memberikan masukan dalam pencairan dana BOS ini.
“Coba “sampeyan” tanya ke country manager world bank bagaimana penilaiannya terhadap BOS. Itu termasuk yang terbaik hasil auditnya,” tegasnya.
Meski begitu, ia tak bisa menyangkal jika masih ada penyimpangan terhadap anggaran BOS. Namun, hal ini tidak melulu diartikan sebagai kejahatan pidana korupsi.
“Penyimpangan jangan selalu diterjemahkan mesti korupsi. Penyimpangan masih dalam koridor kebutuhan sekolah tapi memang tidak masuk dalam rincian,” tutupnya.
Lebih lanjut dikatakan itu uangnya APBN, uang APBD berapapun besarnya kalau ada unsur penyimpangan atau tindak pidana korupsi, ya harus ditindak,” tandasnya dengan nunutan mekanisme penyaluran Dana BOS ini, Nuh melihat bahwa manajemen kantor diknas tingkat Kab / Kota mempunyai peran dan tugas untuk pengawasan.
Nuh juga mempersilakan lembaga swadaya masyarakat (LSM) ikut memantau penggunaan Dana BOS tersebut.
Kemudian kata menteri, “tolong dipahami jangan (LSM) hari ini datang ke kepala sekolah tanya mana kuitansinya besoknya datang lagi,” ucapnya dengan nada bercanda sambil meninggalkan kerumunan wartawan.
Sementara itu, penyelenggaraan dana BOS sendiri saat ini tengah mendapat sorotan. Koalisi Anti Korupsi Pendidikan (KAKP) meminta KPK mengambil alih kasus dugaan korupsi dana BOS dan BOP di 6 sekolah yang selama ini ditangani oleh Kejati DKI Jakarta.
“Kami berharap KPK mengambil alih penyidikannya, atau barangkali KPK bisa memberikan penuntutannya kepada Kejati,” ujar Peneliti Senior ICW, Febri Hendri, yang gabung dalam KAKP.
Febri mengatakan, dugaan korupsi dana BOS dan BOP itu berjumlah Rp 5,7 M di 6 sekolah wilayah Provinsi DKI Jakarta. “Namanya, SMP 95, SMP 84, SMP 30, SMP 28, SDN 12 Rawamangun, dan juga SMP 190,” ungkap pria berkaca mata ini.
Khusus untuk SDN 12 Rawamangun, terang Febri, ada dugaan kerugian negara sebesar Rp 4,5 M. Febri menilai, perkembangan kasus di Kejati DKI tidak berlangsung dengan baik karena ada beberapa masalah.
Sementara itu, menanggapi hal ini, Tabloid WARTASIDIK, selaku media bersama sejumlah LSM di Jakarta akan terus ikut membantu pemerintah dan masyarakat untuk mengawasi penyaluran dan penggunaan dana BOS di seluruh Sekolah Negeri dan Swasta penerima.
Khususnya mendekati penerimaan murid baru, para Kepala Sekolah, biasanya mulai mencoba untuk mengutak-atik dana pemerintah tersebut.(Tim/Faisal R)
KPK Harus Lakukan Pemeriksaan Atas Dugaan Korupsi Bupati Kutai Barat
Wartasidik, Jakarta
melanjutkan pemberitaan masalah Bupati Kutai Barat, Ismael Thomas., SH, yang disinyalir pada pelaksanaan pemilukada periode 2005-2010 silam, menjalankan strategi pendekatan ‘uang’ kepada masyarakat dengan menggulirkan program Usaha Bersama Kampung (UBK) yang nuansanya pekat korupsi.
Menurut data yang dihimpun WARTASIDIK, pada tahun 2008, terbit SK Bupati Kutai Barat tentang penetapan “Kampung” penerima dana UBK No. 412.5 / K.069 / 2008 (13/02/2008), dilanjutkan penetapan Koperasi Serba Usaha (KSU), penerima penyertaan modal pemerintah tahun 2008, melalui surat No. 518. / K.719 / 2008, tanggal 20 Agustus 2008.
Sayang dalam surat tersebut, terdapat keanehan. Karena SK penetapan Bupati muncul jauh sebelum ‘kampung’ (koperasi) dimaksud terbentuk.
Lantaran tidak mungkin masyarakat yang tinggal diwilayah tertunjuk, siap untuk mengelola koperasi secara instan. Bila dipaksakan, maka modal dasar dari koperasi akan habis, yang merugikan negara.
Bupati Ismael Thomas., SH, terkesan memaksakan pengucuran dana APBD melalui Bagian Ekonomi Sekretaris Kabupaten Kutai Barat, untuk mengakomodir program UBK pada 78 kampung berdasarkan ‘feeling’ sang pejabat, yang meng kampung tersebut mampu menjalankan program.
Sehingga keseluruh kampung tersebut, disinyalir menerima anggaran sebesar Rp. 100 Juta, yang totalnya Rp. 7,8 M.
Tapi yang membuat munculnya tudingan adanya praktek korupsi adalah, dana tersebut hanya dikucurkan terhadap kampung yang kala pemilukada berlangsung, berhasil memenangkan perolehan suara Ismael Thomas., SH.
Pengelolaan pengucuran dana UBK dipegang oleh “tim sukses” sang Bupati beserta para pengurus partai tertentu yang menjadi kendaraan politik sang pejabat.
terulang kembali,
Setelah berhasil, tahun 2007, Bupati kembali meresmikan “Program Pe-ningkatan Harkat dan Martabat Kehidupan Masyarakat Kutai Barat”.
Seperti program UBK, Ismael Thomas kembali menggunakan Dana APBD sebesar Rp. 14,9 M, untuk dikucurkan kepada 149 kelompok Koperasi lewat Dinas Perdagangan dan perindustrian Koperasi UKM.
Dan seperti tahun sebelumnya, program tersebut juga tidak disertai aturan jelas mengenai tata cara dalam mengelola Koperasi, serta sangsi bila uang negara tersebut tidak dikembalikan.
Salah satu anggota kope-rasi yang ditemui WARTASIDIK mengatakan bahwa dana yang sampai ke tangan mereka tidak utuh lagi, sesuai dengan yang ada dalam SK Bupati.
Karena dana tersebut telah dipotong 30% - 40%, sehingga koperasi yang terdaftar hanya menerima 60% – 70% saja. Kemudian tahun 2008, melalui SK Bupati Kutai Barat No. 412.5/K.069/2008, tanggal 13 Februari 2008. Lewat Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UKM mengucurkan Dana APBD Kutai Barat kepada 223 Kelompok Koperasi sebesar Rp. 26,6 M.
Menurut salah satu sumber Dinas Koperasi UKM, dalam pelaksanaannya, banyak koperasi yang tidak melaporkan sama sekali kegiatannya. Bahkan sejumlah masyarakat Besiq dan beberapa Kampung sendiri, mengaku tidak mengetahui keberadaan koperasi itu.
Kendati ada sejumlah pengurus koperasi dibeberapa Kampung, yang diketahui memang menerima uangnya setelah dipotong 20% oleh pengurus bank Kaltim cabang Melak, untuk Kope-rasi Induk “Berkat Usaha Bersama“ tersebut.
Bila potongan 20% tersebut diprotes, maka dana mereka tidak akan dicairkan. Bila kita lakukan penghitungan secara kasar saja, dari anggaran Rp. 26,6 M yang dipotong 20%, maka dana yang masuk ke Koperasi Induk Berkat Usaha Bersama “BUB” sebesar Rp. 5,32 M.
Saat di cek, disebutkan bahwa dana itu menjadi penyertaan modal ke koperasi induk lewat simpanan pokok Rp 14 Juta dan wajib Rp 6 Juta, disetor sekaligus untuk 5 tahun untuk menstabilkan harga Karet yang anjlok, serta memberikan subsidi terhadap harga Bahan Bakar Minyak ( BBM ) di Hulu Mahakam dan melaksanakan kegiatan Pasar Murah di 12 Kecamatan.
Tahun 2009 Bupati Kutai Barat, disinyalir kembali melakukan hal yang sama. Kali ini melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan yang mengucurkan dana sebesar Rp. 9,165 M, untuk sejumlah KSP, KSU, KPN, Koperasi PKK, Koperasi Mahasiswa hingga Koperasi Umum Industri. Kenyataan yang didapat, pengucuran anggaran tersebut malah merugikan Negara Rp. 58,465 M.
Begitu juga halnya menghadapi Pemilukada Kabupaten Kutai Barat yang akan berlangsung di awal tahun 2011 ini, Ismael Thomas, kembali menjalankan sejumlah ‘strategi miring’ untuk memenangan perolehan suara dukungan dalam pemilukada.
Salah satunya adalah dengan mengeluarkan instruksi yang tertuang pada surat resmi (rahasia) tanggal 20 Oktober 2011 yang ditujukan kesemua Camat di wilayah Kutai Barat, untuk wajib memberikan dukungannya kepada Ismael Thomas dan memberikan hambatan atau mempersulit proses administrasi pengurusan bagi kandidat lainnya yang menjadi lawan politik Ismael Thomas dalam Pemilukada 2011.
Isi surat dari Ismael Thomas menginstruksikan kepada seluruh PPK, PPS dan KPPS serta seluruh Petugas Pemilukada Kutai Barat, agar mengarahkan semua kelompok penerima Dana Koperasi, Dana UBK, Dana ADK serta Kelompok Tani penerima Dana RHL untuk memberikan suaranya kepada Ismael Thomas.
Bila instruksi tersebut dijalankan dan berhasil memenangkan kembali Ismael Thomas sebagai Bupati, maka kepada para Camat tersebut dijanjikan akan diberi jabatan sebagai Kepala Dinas serta bonus uang sebesar Rp. 1 M.
Dalam surat tersebut, disebutkan kepada para Camat telah disediakan uang muka Rp. 500 Juta.
Dengan data tersebut, Bupati Kutai Barat, Ismael Thomas., SH, MH dan kroninya diduga telah melakukan perbuatan melawan UU RI No. 31 Tahun 1999, dan perubahan pada UU RI No.20 tahun 2001 Pasal 2 dan Pasal 3 yang menyebutkan setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalah gunakan wewenang, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun.
sidang MK,
Diluar hal tersebut diatas, Ismael Thomas pun telah melalui proses persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, atas ajuan lawan politiknya. Karena dalam pemilukada Kab. Kutai Barat (24/01/2011), dengan perolehan 40.512 suara untuk pasangan Ismael dan pasangan “RAJA” memperoleh 36.007 suara dan telah diperkuat dengan berita acara rapat pleno KPU Nomor : 11/BA/KPU-KB/I/2011 tertanggal 31 Januari 2011, dengan melakukan kecurangan yang besifat masif terstruktur terencana.
Dalam persidangannya, saksi mengatakan pasangan ini menggunakan uang Negara untuk kepentingan pemilukada. Saksi ke-16 memaparkan bahwa dikampungnya, Melak Ulu, deng-an Keputusan Bupati Kutai Barat Nomor : 446.518/K.839/2010 (4/11/2010), menetapkan nama koperasi penerima penyertaan modal pemerintah bagi koperasi dalam wilayah Kab. Kutai Barat tahun 2010. Dimana Koperasi “IKA PAKARTI” termasuk pada keputusan tersebut no. urut 69 dari 107 unit kopersi.
Saksi juga pengurus koperasi sebagai wakil ketua I, lebih lanjut menurut saksi didepan majelis hakim mahkamah konstitusi, saat rapat pemebentukan koperasi beredar surat dukungan kepada pasangan THD2 yang menurut saksi, dirinya tidak mengetahui pasti siapa yang mengedarkannya.
Dari penandatanganan surat tersebut, Koperasi Ika Pakarti ini, akhirnya menerima penyertaan modal sebesar Rp. 250 jt. Anehnya akte pendirian koperasi ini tidak sesuai Permen No. 1/Per/M.KUK/I/2006, bahwa akta pendirian Koperasi harus dibuat oleh Notaris dan Notaris yang telah ditunjuk oleh Menteri Koperasi, Kepmen No. 98/KEP/M.KUKM/X/2004.
Keanehan lainnya bahwa pengesahan koperasi sebagai badan hukum seharusnya ditandatangani oleh Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten/kota dan propinsi sebagai perpanjangan tangan Menteri Koperasi dan UKM bukannya ditandatangani oleh Bupati Kutai Barat.
Saksi selanjunya adalah ketua Koperasi “Perak Makmur“ Kampung Beremai, Kec. Damai mengajukan proposal dana penyertaan modal koperasi sebesar Rp 100 jt pada Oktober 2008 telah mendapat persetujuan.
Namun pada saat mencairkan dana tersebut, diharuskan menyetor Rp. 20 jt kepada koperasi induk (serkat Usaha Bersama) yang diketuai Herson Alexander (Tim THD2 tingkat Kabupaten Kutai Barat).
Tiap kelompok koperasi (25 orang) tahun 2006 sebanyak 78 kelompok koperasi dan dikucurkan Rp. 7.8 M (78 x 25 = 1.950 orang), tahun 2007 sebanyak 149 kelompok KSP dana dikucurkan Rp. 14.9 M (149 x 25 = 3.725 orang), tahun 2008 sebanyak 262 kelompok dana dikucurkan Rp. 26.6 M (262 x 25 = 6.550 orang), tahun 2009 sebanyak 104 kelompok dana dikucurkan Rp. 9.1 M (104 x 25 = 2.600 orang), tahun 2010 sebanyak 107 kelompok koperasi dana dikucurkan Rp. 6.3 M (107 x 25 = 2.675 orang).
Untuk mencairkan dana saksi diminta oleh CB., S.Hut untuk mengurus KTA PDIP dan SK Tim Relawan THD2 kalau tidak diurus maka dana tidak bisa keluar. Akhirnya saksi terpaksa mengurus SK Tim Relawan dengan No. 189/THD-REL/VII/2010 (30/07/2010) di kantor DPC PDIP Kutai Barat, setelah KTA PDIP dan SK Tim Relawan THD2 selesai maka dana dapat dicairkan Rp. 23 Jt.
Saksi berikutnya, ketua kelompok tani Sempeket Keluarga II di Kampung Terajuk, mengajukan proposal dana RHL ke kantor Dishut Kubar pada bulan 4 Desember 2009 dan telah disetujui dengan Surat Perjanjian Kerja Sama No. 522.4/410/SPKS/RHL-KB/V/2010 (19/05/2010), ditandatangani CB., S. Hut, selaku kuasa pengguna anggaran. Kembali untuk mencairkan dana, hal yang sama dilakukan terhadap saksi oleh CB., S.Hut.
Mengenai adanya dugaan tindak pidana korupsi menurut ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Laskar Anti Korupsi Indonesia Kab. Kutai Barat, MURI, SH, akan melakukan investigasi terhadap permasalahan ini apabila ada indikasi kearah penyalahgunaan terhadap keuangan Negara maka DPC LAKI Kutai Barat akan pelaporan secara resmi ke pihak penegak Hukum.
”Kami akan mengawal kasus ini supaya penegak Hukum tidak masuk angin dalam menangani kasus ini supaya nanti kedepan Kab. Kutai Barat dengan Bupati dan Wakil Bupati yang terpilih dan di lantik tidak tersandung dengan masalah Hukum Tindak Pidana Korupsi kiranya pemberitaan ini menjadi acuan bagi Kajati Kaltim untuk menyelidiki kasus ini dan kami siap memberikan data-data kepada Kejaksaan maupun KPK apa bila diperlukan,“ ujar J. W. Umboh, SH Sekretaris LAKI DPD Kaltim. (Tim)
melanjutkan pemberitaan masalah Bupati Kutai Barat, Ismael Thomas., SH, yang disinyalir pada pelaksanaan pemilukada periode 2005-2010 silam, menjalankan strategi pendekatan ‘uang’ kepada masyarakat dengan menggulirkan program Usaha Bersama Kampung (UBK) yang nuansanya pekat korupsi.
Menurut data yang dihimpun WARTASIDIK, pada tahun 2008, terbit SK Bupati Kutai Barat tentang penetapan “Kampung” penerima dana UBK No. 412.5 / K.069 / 2008 (13/02/2008), dilanjutkan penetapan Koperasi Serba Usaha (KSU), penerima penyertaan modal pemerintah tahun 2008, melalui surat No. 518. / K.719 / 2008, tanggal 20 Agustus 2008.
Sayang dalam surat tersebut, terdapat keanehan. Karena SK penetapan Bupati muncul jauh sebelum ‘kampung’ (koperasi) dimaksud terbentuk.
Lantaran tidak mungkin masyarakat yang tinggal diwilayah tertunjuk, siap untuk mengelola koperasi secara instan. Bila dipaksakan, maka modal dasar dari koperasi akan habis, yang merugikan negara.
Bupati Ismael Thomas., SH, terkesan memaksakan pengucuran dana APBD melalui Bagian Ekonomi Sekretaris Kabupaten Kutai Barat, untuk mengakomodir program UBK pada 78 kampung berdasarkan ‘feeling’ sang pejabat, yang meng kampung tersebut mampu menjalankan program.
Sehingga keseluruh kampung tersebut, disinyalir menerima anggaran sebesar Rp. 100 Juta, yang totalnya Rp. 7,8 M.
Tapi yang membuat munculnya tudingan adanya praktek korupsi adalah, dana tersebut hanya dikucurkan terhadap kampung yang kala pemilukada berlangsung, berhasil memenangkan perolehan suara Ismael Thomas., SH.
Pengelolaan pengucuran dana UBK dipegang oleh “tim sukses” sang Bupati beserta para pengurus partai tertentu yang menjadi kendaraan politik sang pejabat.
terulang kembali,
Setelah berhasil, tahun 2007, Bupati kembali meresmikan “Program Pe-ningkatan Harkat dan Martabat Kehidupan Masyarakat Kutai Barat”.
Seperti program UBK, Ismael Thomas kembali menggunakan Dana APBD sebesar Rp. 14,9 M, untuk dikucurkan kepada 149 kelompok Koperasi lewat Dinas Perdagangan dan perindustrian Koperasi UKM.
Dan seperti tahun sebelumnya, program tersebut juga tidak disertai aturan jelas mengenai tata cara dalam mengelola Koperasi, serta sangsi bila uang negara tersebut tidak dikembalikan.
Salah satu anggota kope-rasi yang ditemui WARTASIDIK mengatakan bahwa dana yang sampai ke tangan mereka tidak utuh lagi, sesuai dengan yang ada dalam SK Bupati.
Karena dana tersebut telah dipotong 30% - 40%, sehingga koperasi yang terdaftar hanya menerima 60% – 70% saja. Kemudian tahun 2008, melalui SK Bupati Kutai Barat No. 412.5/K.069/2008, tanggal 13 Februari 2008. Lewat Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UKM mengucurkan Dana APBD Kutai Barat kepada 223 Kelompok Koperasi sebesar Rp. 26,6 M.
Menurut salah satu sumber Dinas Koperasi UKM, dalam pelaksanaannya, banyak koperasi yang tidak melaporkan sama sekali kegiatannya. Bahkan sejumlah masyarakat Besiq dan beberapa Kampung sendiri, mengaku tidak mengetahui keberadaan koperasi itu.
Kendati ada sejumlah pengurus koperasi dibeberapa Kampung, yang diketahui memang menerima uangnya setelah dipotong 20% oleh pengurus bank Kaltim cabang Melak, untuk Kope-rasi Induk “Berkat Usaha Bersama“ tersebut.
Bila potongan 20% tersebut diprotes, maka dana mereka tidak akan dicairkan. Bila kita lakukan penghitungan secara kasar saja, dari anggaran Rp. 26,6 M yang dipotong 20%, maka dana yang masuk ke Koperasi Induk Berkat Usaha Bersama “BUB” sebesar Rp. 5,32 M.
Saat di cek, disebutkan bahwa dana itu menjadi penyertaan modal ke koperasi induk lewat simpanan pokok Rp 14 Juta dan wajib Rp 6 Juta, disetor sekaligus untuk 5 tahun untuk menstabilkan harga Karet yang anjlok, serta memberikan subsidi terhadap harga Bahan Bakar Minyak ( BBM ) di Hulu Mahakam dan melaksanakan kegiatan Pasar Murah di 12 Kecamatan.
Tahun 2009 Bupati Kutai Barat, disinyalir kembali melakukan hal yang sama. Kali ini melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan yang mengucurkan dana sebesar Rp. 9,165 M, untuk sejumlah KSP, KSU, KPN, Koperasi PKK, Koperasi Mahasiswa hingga Koperasi Umum Industri. Kenyataan yang didapat, pengucuran anggaran tersebut malah merugikan Negara Rp. 58,465 M.
Begitu juga halnya menghadapi Pemilukada Kabupaten Kutai Barat yang akan berlangsung di awal tahun 2011 ini, Ismael Thomas, kembali menjalankan sejumlah ‘strategi miring’ untuk memenangan perolehan suara dukungan dalam pemilukada.
Salah satunya adalah dengan mengeluarkan instruksi yang tertuang pada surat resmi (rahasia) tanggal 20 Oktober 2011 yang ditujukan kesemua Camat di wilayah Kutai Barat, untuk wajib memberikan dukungannya kepada Ismael Thomas dan memberikan hambatan atau mempersulit proses administrasi pengurusan bagi kandidat lainnya yang menjadi lawan politik Ismael Thomas dalam Pemilukada 2011.
Isi surat dari Ismael Thomas menginstruksikan kepada seluruh PPK, PPS dan KPPS serta seluruh Petugas Pemilukada Kutai Barat, agar mengarahkan semua kelompok penerima Dana Koperasi, Dana UBK, Dana ADK serta Kelompok Tani penerima Dana RHL untuk memberikan suaranya kepada Ismael Thomas.
Bila instruksi tersebut dijalankan dan berhasil memenangkan kembali Ismael Thomas sebagai Bupati, maka kepada para Camat tersebut dijanjikan akan diberi jabatan sebagai Kepala Dinas serta bonus uang sebesar Rp. 1 M.
Dalam surat tersebut, disebutkan kepada para Camat telah disediakan uang muka Rp. 500 Juta.
Dengan data tersebut, Bupati Kutai Barat, Ismael Thomas., SH, MH dan kroninya diduga telah melakukan perbuatan melawan UU RI No. 31 Tahun 1999, dan perubahan pada UU RI No.20 tahun 2001 Pasal 2 dan Pasal 3 yang menyebutkan setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalah gunakan wewenang, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun.
sidang MK,
Diluar hal tersebut diatas, Ismael Thomas pun telah melalui proses persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, atas ajuan lawan politiknya. Karena dalam pemilukada Kab. Kutai Barat (24/01/2011), dengan perolehan 40.512 suara untuk pasangan Ismael dan pasangan “RAJA” memperoleh 36.007 suara dan telah diperkuat dengan berita acara rapat pleno KPU Nomor : 11/BA/KPU-KB/I/2011 tertanggal 31 Januari 2011, dengan melakukan kecurangan yang besifat masif terstruktur terencana.
Dalam persidangannya, saksi mengatakan pasangan ini menggunakan uang Negara untuk kepentingan pemilukada. Saksi ke-16 memaparkan bahwa dikampungnya, Melak Ulu, deng-an Keputusan Bupati Kutai Barat Nomor : 446.518/K.839/2010 (4/11/2010), menetapkan nama koperasi penerima penyertaan modal pemerintah bagi koperasi dalam wilayah Kab. Kutai Barat tahun 2010. Dimana Koperasi “IKA PAKARTI” termasuk pada keputusan tersebut no. urut 69 dari 107 unit kopersi.
Saksi juga pengurus koperasi sebagai wakil ketua I, lebih lanjut menurut saksi didepan majelis hakim mahkamah konstitusi, saat rapat pemebentukan koperasi beredar surat dukungan kepada pasangan THD2 yang menurut saksi, dirinya tidak mengetahui pasti siapa yang mengedarkannya.
Dari penandatanganan surat tersebut, Koperasi Ika Pakarti ini, akhirnya menerima penyertaan modal sebesar Rp. 250 jt. Anehnya akte pendirian koperasi ini tidak sesuai Permen No. 1/Per/M.KUK/I/2006, bahwa akta pendirian Koperasi harus dibuat oleh Notaris dan Notaris yang telah ditunjuk oleh Menteri Koperasi, Kepmen No. 98/KEP/M.KUKM/X/2004.
Keanehan lainnya bahwa pengesahan koperasi sebagai badan hukum seharusnya ditandatangani oleh Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten/kota dan propinsi sebagai perpanjangan tangan Menteri Koperasi dan UKM bukannya ditandatangani oleh Bupati Kutai Barat.
Saksi selanjunya adalah ketua Koperasi “Perak Makmur“ Kampung Beremai, Kec. Damai mengajukan proposal dana penyertaan modal koperasi sebesar Rp 100 jt pada Oktober 2008 telah mendapat persetujuan.
Namun pada saat mencairkan dana tersebut, diharuskan menyetor Rp. 20 jt kepada koperasi induk (serkat Usaha Bersama) yang diketuai Herson Alexander (Tim THD2 tingkat Kabupaten Kutai Barat).
Tiap kelompok koperasi (25 orang) tahun 2006 sebanyak 78 kelompok koperasi dan dikucurkan Rp. 7.8 M (78 x 25 = 1.950 orang), tahun 2007 sebanyak 149 kelompok KSP dana dikucurkan Rp. 14.9 M (149 x 25 = 3.725 orang), tahun 2008 sebanyak 262 kelompok dana dikucurkan Rp. 26.6 M (262 x 25 = 6.550 orang), tahun 2009 sebanyak 104 kelompok dana dikucurkan Rp. 9.1 M (104 x 25 = 2.600 orang), tahun 2010 sebanyak 107 kelompok koperasi dana dikucurkan Rp. 6.3 M (107 x 25 = 2.675 orang).
Untuk mencairkan dana saksi diminta oleh CB., S.Hut untuk mengurus KTA PDIP dan SK Tim Relawan THD2 kalau tidak diurus maka dana tidak bisa keluar. Akhirnya saksi terpaksa mengurus SK Tim Relawan dengan No. 189/THD-REL/VII/2010 (30/07/2010) di kantor DPC PDIP Kutai Barat, setelah KTA PDIP dan SK Tim Relawan THD2 selesai maka dana dapat dicairkan Rp. 23 Jt.
Saksi berikutnya, ketua kelompok tani Sempeket Keluarga II di Kampung Terajuk, mengajukan proposal dana RHL ke kantor Dishut Kubar pada bulan 4 Desember 2009 dan telah disetujui dengan Surat Perjanjian Kerja Sama No. 522.4/410/SPKS/RHL-KB/V/2010 (19/05/2010), ditandatangani CB., S. Hut, selaku kuasa pengguna anggaran. Kembali untuk mencairkan dana, hal yang sama dilakukan terhadap saksi oleh CB., S.Hut.
Mengenai adanya dugaan tindak pidana korupsi menurut ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Laskar Anti Korupsi Indonesia Kab. Kutai Barat, MURI, SH, akan melakukan investigasi terhadap permasalahan ini apabila ada indikasi kearah penyalahgunaan terhadap keuangan Negara maka DPC LAKI Kutai Barat akan pelaporan secara resmi ke pihak penegak Hukum.
”Kami akan mengawal kasus ini supaya penegak Hukum tidak masuk angin dalam menangani kasus ini supaya nanti kedepan Kab. Kutai Barat dengan Bupati dan Wakil Bupati yang terpilih dan di lantik tidak tersandung dengan masalah Hukum Tindak Pidana Korupsi kiranya pemberitaan ini menjadi acuan bagi Kajati Kaltim untuk menyelidiki kasus ini dan kami siap memberikan data-data kepada Kejaksaan maupun KPK apa bila diperlukan,“ ujar J. W. Umboh, SH Sekretaris LAKI DPD Kaltim. (Tim)
Subang bergejolak,
EKSEPSI EEP DITOLAK, PARA PEJABAT DAN PNS PENDUKUNG MOSI TIDAK PERCAYA SERTA PELAKU MOGOK KERJA AKAN DITINDAK
WARTASIDIK, Subang
Tersangka kasus korupsi Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (BP PBB) atau dikenal kasus Upah Pungut, yakni Bupati Subang Eep Hidayat kini telah berstatus terdakwa dan tengah menjalani tahapan persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung.
Bupati Subang Eep Hidayat ditangkap oleh pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat pada Senin lalu, (28/3) dan langsung digelandang ke rumah tahanan (Rutan) Kebon Waru Bandung sebagai tahanan titipan Kejati Jawa Barat.
Sidang perdana Bupati Subang Eep Hidayat digelar Senin, (18/4) dengan agenda dakwaan dan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum. Eep didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam Upah Pungut PBB yang potensial merugikan Negara sebesar Rp. 3,2 M.
Sedangkan dalam hitu-ngan terkini yang dilakukan penegak hukum, potensi kerugian Negara ditaksir sekitar Rp. 14 M. Eep kemudian dituntut oleh JPU dengan hukuman 20 tahuan penjara.
Sidang kedua Bupati Eep digelar di Pengadilan Tipikor Bandung, Senin (25/4) dengan agenda pembacaan pledoi, eksepsi atau pembelaan yang ditulis sendiri oleh Bupati Subang, yang berisi bahwa Eep tetap bersikukuh dengan pendiriannya bahwa dia tidak bersalah.
Namun disayangkan, Jaksa Penuntut Umum menolak eksepsi yang diajukan tim penasehat hukum Eep Hidayat. Dalam sidang yang dipimpin I Gusti lanang, SH ini tim Jaksa penuntut Umum menganggap bahwa dugaan terhadap Eep Hidayat sudah berdasarkan bukti-bukti dan saksi.
Dalam eksepsi yang ditulis dan dibacakan oleh Eep Hidayat dijelaskan bahwa terdakwa (Eep Hidayat—red) mempertanyakan hasil pemeriksaan BPK dan BPKP yang tidak dimasukkan dalam dakwaan terhadap dirinya, karena menurut Eep kedua lembaga tersebut tidak menganggap adanya persoalan dalam persoalan upah pungut ini.
“Misalnya pertanyaan kami, kenapa hasil pemeriksaan BPK dan BPKP tidak dimasukkan ke dalam dakwaan? BPK dan BPKP menyebutkan tidak ada pelanggaran keuangan dalam peroalan upah pungut ini,” kata Eep usai sidang.
Usai sidang, Eep mengatakan kepada wartawan, tanggapan JPU atas eksepsi yang dia ajukan sangat lemah. Menurut Eep, JPU bahkan sebenarnya tidak menjawab eksepsi itu secara keseluruhan.
Sedangkan pada sidang ketiga yang digelar Senin (2/5), terdakwa Bupati Subang Eep Hidayat memohon penangguhan penahanan kepada Majelis Hakim yang dipimpin I Gusti Lanang, dengan alasan bahwa dirinya mengidap penyakit jantung kronis, sehingga memerlukan pengobatan yang intensif.
Untuk memperkuat alasan ini, terdakwa Bupati Subang Eep menghadirkan dokter spesialis dari Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung dan dokter pribadinya, yakni Dr. Nunung Syuhaeri yang saat ini menjabat Kepala RSUD Ciereng Subang.
Namun, karena berkas-berkas yang diajukan Eep untuk memperkuat alasan penyakit jantung yang dialaminya kurang meyakinkan serta kurang lengkap.
Maka Majelis Hakim belum dapat mengabulkan permintaan penangguhan penahanannya dalam sidang sekarang tersebut (2/5). Tetapi Majelis Hakim
akan mempertimbangkan permohonan tersebut dalam sidang mendatang yang akan digelar pada mendatang.
tindak pendukung eep,
Sementara itu, para pendukung Bupati Subang Eep Hidayat yang yang dimotori Wakil Bupati Subang, Ojang, Sekda dan Ketua PGRI serta para pejabat PNS di lingkungan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) sekabupaten Subang yang telah menandatangani surat pernyataan sikap untuk mogok kerja seba-gai wujud dukungan kepada Bupati Subang Eep Hidayat tertanggal Senin, 13 Desember 2010, terus mendapat kecaman dari berbagai lapisan masyarakat Subang.
Mereka (para oknum pejabat PNS tersebut) didesak untuk bertanggungjawab dan mengundurkan diri dari jabatannya, karena dinilai telah melanggar peraturan perundang-undangan, yakni Undang-undang No. 25
Tahun 2010 tentang Pelayanan Publik dan Badan Layanan Umum dan Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Mereka juga dinilai telah melakukan makar karena menghina dan menyatakan mosi tidak percaya terhadap Presiden RI dan lembaga-lembaga penegak hukum.
Beberapa elemen gerakan masyarakat Subang misalnya melakukan aksi unjukrasa untuk menuntut pihak berwenang segera menindak tegas oknum-oknum pejabat PNS yang ikut menandatangani surat pernyataan tersebut.
Mereka menyampaikan aspirasinya kepada DPRD Kabupaten Subang untuk segera dibahas dan ditindaklanjut ke pemerintah pusat.
Terkait tuntutan ini, beberapa anggota DPRD Kabupaten Subang, terutama Komisi A DPRD Subang berjanji akan memproses aspirasi mereka.
Diantaranya Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar) DPRD Kabupaten Subang yang meminta pihak berwenang mengambil tindakan tegas terhadap para pejabat PNS dilingkungan SKPD Pemkab Subang yang telah menandatangani surat pernyataan sikap, Senin (13/12) lalu.
Diantaranya berisi kesepakatan mogok kerja semua jajaran aparatur Pemda Subang dan mosi tidak percaya terhadap Presiden RI serta lembaga-lembaga hukum.
Tuntutan fraksi partai berlambang pohon beringin ini dikemukakan dalam kesempatan Penyampaian Pemandangan Umum Fraksi-fraksi pada kegiatan Rapat Paripurna dengan agenda penyampaian pemandangan umum fraksi-fraksi terhadap nota pengantar Bupati Subang mengenai LKPJ Tahun 2010 dan nota pengantar 2 buah Raperda.
Yakni Raperda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Subang Tahun 2011-2030 dan Penyertaan Modal terhadap PD BPR (Bank Perkreditan Rakyat), Jum’at (29/4) di ruang rapat paripurna DPRD Subang.
“Kami meminta pihak yang bersangkutan mengambil tindakan tegas sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku terhadap para pejabat PNS dilingkungan SKPD Pemkab Subang yang telah menandatangani surat pernyataan sikap tersebut,” tandas Juru Bicara Fraksi Partai Golkar H. Bangbang
Irmayana dalam Penyampaian Pandangan Umum Fraksinya.
Dilanjutkan Bangbang, para pejabat PNS yang menandatangani pernyataan itu terkesan tidak professional dalam menjalankan kewajibannya sebagai abdi negara dan pelayan masyarakat sesuai peraturan perundang-undangan.
“Sebagai abdi negara dan pelayan publik, para pejabat PNS yang menandatangani pernyataan sikap tersebut tidak professional,” tegasnya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun WARTASIDIK, para pejabat birokrasi dilingkungan SKPD Pemkab Subang yang telah menandatangani pernyataan sikap tertanggal Senin, 13 Desember 2010 diindikasikan melanggar UU No. 25 Tahun 2010 tentang Pelayanan Publik dan Badan Layanan Umum dan Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Dalam berkas pernyataan tersebut diketahui bahwa hampir seluruh pejabat tinggi birokrasi dan para Camat di lingkungan Pemkab Subang telah menandatangani surat pernyataan sikap diatas materai. (USP/IDN)